Selasa, 14 Oktober 2008

PENGUJIAN CALON HAKIM AGUNG

Sistem Voting Diusulkan Diganti Sistem Nilai Seleksi Hakim Agung

<[14/10/08]
Dengan sistem nilai, diyakini hakim agung yang terpilih tidak hanya berkualitas tetapi juga minim nuansa politisnya.
Tidak tersedia banyak waktu bagi anggota Dewan untuk menikmati libur lebaran. Selang seminggu pasca lebaran, Komisi III DPR langsung menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon hakim agung. Total ada 18 calon yang akan mengikuti proses seleksi di Komisi yang mengurusi bidang hukum dan HAM itu. Ke-18 calon tersebut –enam diantaranya dari jalur non karir- adalah hasil seleksi yang dijalankan oleh Komisi Yudisial.

Komisi III mengalokasikan empat hari, mulai tanggal 13 hingga 16 Oktober 2008. Pada hari terakhir nanti, Komisi III rencananya akan langsung menggelar rapat pleno menentukan nama-nama yang lolos sebagai hakim pada Mahkamah Agung (MA).

Sebagai diketahui, formasi hakim agung saat ini banyak yang kosong seiring dengan pensiunnya sejumlah hakim agung. Oktober 2008 ini, misalnya, delapan hakim termasuk Ketua MA Bagir Manan telah memasuki masa pensiun. Persoalan pensiun hakim agung belakangan bahkan sempat mengundang kontroversi bersamaan dengan pembahasan RUU MA di DPR.

18 Calon Hakim Agung
Andi Abu Ayyub Saleh
Muhammad Ramli
Sudarto Radyosuwarno
Andi Ware Pasinringi
Nyoman Serikat Putra Jaya
Sugeng Akhmad Judhi
Djafni Djamal
Rosmala Sitorus
Suwardi
I Gusti Made Antara
Raden Muchtar Panggabean
Rusli Muhammad
Kimar Saragih Siadari
R. O. Barita Siringoringo
Syamsul Ma’arif
Mahdi Soroinda Nasution
Soemarno
Takdir Rahmadi

Hari pertama (13/10), Komisi III menjadwalkan enam calon terdiri dari Andi Abu Ayyub Saleh, Andi Ware Pasinringi, Djafni Djamal, I Gusti Made Antara, Kimar Saragih Siadari, dan Mahdi Soroinda Nasution. Satu per satu calon dihadirkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan dari anggota Komisi III. Pertanyaan berkisar dari yang teknis peradilan sampai non teknis.

Dari sekian pertanyaan, polemik kewenangan KY dan MA sepertinya menjadi topik paling populer.Anggota Komisi III Yudho Paripurna, misalnya, meminta pendapat para calon terkait polemik kedua lembaga bertetangga tersebut. Sementara, Gayus Lumbuun menanyakan bagaimana sebaiknya format pengawasan yang dijalankan KY terhadap perilaku hakim-hakim “nakal”.

Calon hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh menjawab, KY dan MA seharusnya tidak berseteru. Kedua lembaga, lanjut Andi, semestinya berjalan beriringan menjalankan fungsi dan tugas sesuai koridor masing-masing. Ia menyatakan pengawasan eksternal yang dijalankan oleh KY tetap diperlukan. Namun, pelaksanaannya tetap harus disertai dengan komitmen dan integritas para punggawa KY.

“Untuk itu, KY seharusnya diberikan gigi dan kebesaran untuk bisa menindaklanjuti hakim-hakim yang terbukti melanggar kode etiknya,” ujar dosen pada Universitas Hasanuddin.

Calon lain, Djafni Djamal menegaskan bahwa perlu ada pemisahan lingkup pengawasan yang jelas. Ketua Pengadilan Tinggi Mataram ini berpendapat KY hanya bisa mengawasi perilaku hakim. Sementara, materi putusan tetap menjadi domain MA.

Pilih enam
Di luar jalannya fit and proper test, Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan menjelaskan bagaimana nanti mekanisme penentuan nama-nama calon yang lolos. Sebagai fit and proper test lainnya, Komisi III rencananya akan menggelar pemungutan suara (voting) pada hari terakhir melalui rapat pleno. Syaratnya, rapat pleno tersebut dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah total anggota komisi III, 49 orang.

“Artinya jika tidak mencukupi jumlah anggota yang setengah, pleno belum bisa dilakukan,” tukas Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. Melalui voting, Komisi III rencananya akan memilih enam yang memperoleh suara terbanyak.

Soal mekanisme pemilihan, Anggota Komisi III M. Nasir Djamil menyuarakan pendapat berbeda. Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini memandang sudah saatnya meninggalkan sistem voting. Ia mengusulkan agar diberlakukan sistem nilai yang standarnya ditetapkan terlebih dahulu. Gagasan ini, menurut Nasir, juga didukung oleh anggota Komisi III lainnya.

“Voting cenderung menjadi pemilihan politis, dan ini yang dikeluhkan sejumlah anggota,” dalihnya. Dengan sistem nilai, Nasir yakin hakim agung yang terpilih tidak hanya berkualitas tetapi juga minim nuansa politisnya.
(CRF)/Hukumonline.com

Tidak ada komentar: